(١) قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ.
(٢) قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَيْسَ الْغِنَى كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الغِنَى غِنَى النَّفْسِ.
(٣) قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مِنْ سَعَادَةِ ابْنِ اَدَمَ: اَلْمَرْأةُ الصَّالِحَةُ وَالْمَسْكَنُ الصَّالِحُ وَالْمَرْكَبُ الصَّالِحُ
Terjemahan:
1. Sabda Rasulullah (sallallahu alaihi wasalam): Sesungguhnya Allah tidak melihat rupamu dan hartamu, tetapi Dia melihat pada hatimu dan amalanmu.
[Hadis Sahih Riwayat Imam Muslim]
2. Sabda Rasulullah (sallallahu alaihi wasalam): Bukanlah kekayaan itu karena banyak harta, tetapi kekayaan itu adalah kaya hati.
[Hadis Sahih Riwayat Bukhari dan Muslim]
3. Sabda Rasulullah (sallallahu alaihi wasalam): Di antara kebahagiaan anak cucu Adam (manusia) ialah isteri yang solehah, tempat tinggal yang selesa dan kenderaan yang baik.
[Hadis Sahih Riwayat Imam Ahmad]
Uraian Al-Hadis:
Kebahagiaan adalah menjadi impian bagi semua makhluk insan tanpa mengira derjat. Apakah dia seorang raja atau hamba sahaya, apakah ia orang yang tinggal di kota atau di dusun, apakah ia orang kaya atau orang miskin. Tidak ada seorangpun manusia yang menginginkan kesengsaraan atau kecelakaan.
Dimanakah Kebahagiaan?
Sejak dulu lagi telah timbul pertanyaan ini. Kalaulah kebahagiaan itu sesuatu yang sangat berharga, lalu di mana ia boleh didapati? Sungguh banyak manusia yang terkeliru dalam usaha mencarinya. Mereka akhirnya bagaikan pencari mutiara di dasar laut; badan penat, hati hampa, tangan kosong tanpa membawa hasil sedikitpun.
Betulkah Kebahagiaan Itu Pada Harta?
Mereka mengira kononnya kebahagiaan itu terletak pada kekayaan kebendaan dan keselesaan hidup. Berapa banyak orang yang kaya raya dan mempunyai harta yang banyak, namun hidup mereka tetap saja dalam kegelisahan dan jiwa mereka tidak tenteram?
Kalau begitu harta yang banyak bukanlah semestinya membawa kebahagiaan. Dan dia bukanlah syarat utama untuk mencapai kebahagiaan. Bahkan kadang-kadang justeru karena harta yang banyak boleh membawa seseorang kepada kesengsaraan di dunia sebelum di akhirat.
Ini sebagaimana firman Allah SWT tentang orang munafiq:
فَلاَ تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَلاَ أَوْلاَدُهُمْ إِنَّمَا يُرِيدُ اللّهُ لِيُعَذِّبَهُم بِهَا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَاَ
“Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia”.
(At-Taubah 9:55)
Yang dimaksudkan dengan “azab” dalam ayat di atas adalah kesusahan, gundah, rungsing, sedih, keresahan, sakit dan penderitaan.
Betulkah Kebahagiaan Itu Pada Anak?
Memang benar bahwa anak adalah hiasan hidup di dunia.Kehadiran mereka ke muka bumi sebagai anugerah Allah memang ada yang mendatangkan kebahagiaan dan keceriaan dalam hidup sepasang suami isteri. Tetapi tidak jarang pula kita dapati dalam kehidupan sehari-hari justeru mereka yang menjadi penyebab ibubapanya akhirnya menderita?
Kalau begitu, dengan memiliki anak tidaklah semestinya seseorang akan memperolehi kebahagiaan. Sebagaimana juga sebaliknya, jika tidak mendapat anugerah anak dari Allah itu tidak berarti seseorang itu pasti tidak memperolehi kebahagiaan.
Cara Mencari Kebahagiaan:
Manusia berbeda pendapat dalam cara mereka mencari kebahagiaan. Berbagai jalan mereka tempuh untuk memperolehinya. Perbedaan pemahaman mereka dalam hal ini sangat ketara.
Golongan I:
Mereka berpendapat bahwa kebahagiaan yang dicari itu terdapat pada keseronokan yang bersifat kebendaan dan kenikmatan yang zahir.
Golongan II:
Kebahagiaan justeru dapat diperolehi dengan cara meninggalkan segala kelazatan duniawy dan keluar dari kongkongan fitrah.
Kedua-dua pandangan di atas adalah salah karena ia tidak sesuai dengan matlamat manusia diciptakan oleh Allah di atas muka bumi ini sebagai Khalifah Allah.
Golongan 1 : Yang hanya menumpukan perhatiannya pada kelazatan duniawy walaupun melalui cara-cara yang tidak diredhai oleh Allah SWT. Akhlak mereka runtuh. Allah golongkan mereka sebagai golongan yang kafir dan sesat. Allah samakan derjat mereka seperti binatang karena tidak memahami matlamat dan nilai-nilai hidup.
Firman Allah dalam Surah Muhammad ayat 12:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا يَتَمَتَّعُونَ وَيَأْكُلُونَ كَمَا تَأْكُلُ الاَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَّهُمْ
Dan orang-orang kafir itu bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang-binatang. Dan neraka adalah tempat tinggal mereka.
Golongan 2 : Yang menjauhkan diri daripada kehidupan dunia. Mereka melihat dunia dengan pandangan yang serba negatif. Mereka seolah-olah ingin keluar daripada fitrah dan realiti. Perjalanan golongan ini seolah-olah memberi kesempatan dan laluan kepada golongan pertama untuk memimpin dunia. Dan bila itu terjadi maka akan hancurlah agama dan musnahlah dunia.
Allah berfirman dalam Surah Al-Maidah ayat 87:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تُحَرِّمُواْ طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللّهُ لَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُواْ إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
Hai irang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
Konsep Kebahagiaan Menurut Islam:
Kalau Islam memandang kedua-dua golongan di atas keliru dalam mereka memahami makna kebahagiaan. Maka Islam memandang manusia sebagai khalifah Allah di atas muka bumi bertanggungjawab melaksanakan tugas kekhalifahan tersebut. Insan terdiri daripada roh dan jasad. Dan jasad bukanlah musuh atau penjara bagi roh. Jasad adalah alat bagi roh untuk melaksanakan semua kewajiban tersebut. Dunia ini tempat kita beramal, ia tidak obahnya bagaikan satu medan perjuangan, bukan tempat untuk bersuka-ria tanpa batasan dan bukan pula tenpat menyiksa diri.
Allah berfirman (Al-Mulk 67:2)
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya?
Ihsan Al-‘Amal (amal yang baik) dan ayat di atas dapat tersimpul dalam hubungan baik manusia dengan Allah melalui akidah dan ibadah, dan hubungan baik manusia dengan sesama mereka melalui akhlak dan budi pekerti yang mulia.
Kebahagiaan Terdapat Dalam Diri Insan:
Kalau kebahagiaan bukan terletak pada harta yang banyak, anak, pangkat, dan kebendaan lainnya, maka kalau begitu ia adalah sesuatu yang maknawy (abstrak) tidak dapat dilihat oleh mata kasar. Kebahagiaan yang sebenarnya ialah sesuatu yang muncul dari dalam diri insan karena keimanannya kepada Allah SWT. Tidak seorangpun mampu mencabutnya dari seseorang jika Allah berkehendak memberikan kepadanya.
Kebendaan Yang Wajar Untuk Mencapai Kebahagiaan:
Walaupun kebahagiaan sesuatu yang abstrak (maknawy), ini tidak bermakna kita mesti tinggalkan segala bentuk kebendaan.Bukankah baginda pernah menyatakan bahwa di antara tanda-tanda manusia yang bahagia ialah mereka yang memiliki wanita yang salehah, rumah yang selesa dan kenderaan yang baik?
Yang penting, jangan sampai kebendaan melalaikan kita daripada mengingati Allah.Dan barangkali inilah rahasianya mengapa Allah mendahulukan akhirat daripada dunia dalam surah Al-Qashash ayat 77 di bawah ini:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الآخِرَةَ وَلاَ تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) dunia.